Selasa, 25 Januari 2011

Menanti sampai Nanti.

Kita menanti purnama - purnama berganti
dengan rindu memuncak uban hingga pecah ketuban
dengan pasti luka bertambah, sedangkan borok belum lagi sembuh
di tusuk waktu dengan gaduh, tangis beradu
di sambut perih lalu sedih sanak famili

hingga purnama - purnama berganti
hingga suatu purnama nanti
hingga semua itu pasti
hingga memutih rambut terurai
masih menjalar luka di sanubari
masih menggerayang di setiap ingat
mungkin sampai nanti ke anak - cucu

kembali menanti purnama - purnama berganti
untuk setiap bencana silih berganti
untuk sanak famili terbujur pergi
untuk wasior masih jelas di ingatan
untuk merapi dan mentawai Bangsa berduka
untuk hutan adat di bugili serakah
untuk hutan habis di kabiri pabrik berdiri
untuk semua aturan kamuflase hingga fase akhir

kini menanti purnama - purnama berganti
dengan Doa menjamah tanah semesta jaya
dengan Dzikir membahana udara di alam raya
dengan Syukur sederas air mengalir bertutur
dengan semua tangis dan haru lalu berlalu
dengan kasih mari kita berbagi

kita menanti purnama - purnama berganti
kita lengah bersyukur
akan anugerah nikmat semesta
moga Tuhan tak lagi mengutuk
dengan gamang tulang belulang terbujur
dengan bencana kembali mengucur
mari kita bersyukur.

(Puisi ini diikutkan dalam antologi Puisi : Kasih_Tanah, Air, Udara)

Tidak ada komentar: